http://2.bp.blogspot.com
Gini
nih rasanya jadi anak kost yang gak punya motor. Kalau mau ke mana-mana teman
yang paling setia tentunya “angkutan umum”. Nah... hari ini tepatnya Hari Kamis
6 September 2014 setelah menyelesaikan ujian tengah semester aku ditemani Ria,
teman dekatku berencana untuk mudik bersama ke Wanayasa Kab. Banjarnegera,
kampung halaman kami.
Sudah
satu bulan aku tidak pulang ke rumah, hari ini adalah kesempatan yang baik
karena liburnya cukup panjang jadi aku bisa melepas kangen bisa ketemu orang
tua dan adik-adikku di rumah. Namun, ada cerita menjengkelkan saat perjalanan
menuju ke rumah siang ini.
Di
tengah teriknya panas matahari, aku dan Ria nunggui angkot di depan kost K*sih
samping Makam Pahlawan Tanjung. Beberapa saat kemudian ada angkot berhenti di
depan kami.
“Ke
mana mba?”, dengan malas aku menjawab, “terminal pak.”
“Ya
udah, ayo-ayo ini ke terminal!”
Tewaran
supir angkot itu meluluhkan kami. Tidak seperti biasa kami pun akhirnya naik angkot dengan kode C, padahal biasanya tidak. Walau aku tahu naik angkot
yang berkode C jurusannya gak langsung ke terminal, tapi masih muter dulu ke
desa-desa buat nyari penumpang. Karena aku pikir harinya masih cukup siang hal
itu gak terlalu masalah buat kami, “bisa sambil jalan-jalan,” batinku.
Setelah
muter-muter di Desa K*rang Pucung, sambil ngetem dulu di depan SD ternyata
penumpangnya segitu-gitu aja, yaitu 2 orang (aku dan Ria). Kayanya supir angkot
putus asa kalau harus mengantar penumpang yang hanya 2 orang ini ke terminal,
akhirnya dia mengoper kami ke angkutan lain. Di salah satu persimpangan
angkutan ini berhenti.
“Mba
ganti angkot ya mba. Itu angkotnya mau ke terminal!” kata pak supir.
Kami
ngikut aja. Supir angkot yang pertama nampaknya telah berbicara pada supir
kedua untuk mengoper kami ke terminal. Dengan santainya kami langsung masuk ke
angkot dan duduk santai sambil menikmati pemandangan pedesaan di kanan-kiri
jalan. Semakin lama semakin saya jenuh, karena angkot ini lajunya udah kaya
bekicot kebanyakan minum halusinogen. Santai bingits bro.... supirnya juga
gitu, sejak awal kami naik angkot ini, pak supirnya masih telponan mulu. “dari
pacarnya apa??!!”
“Ri,
tahu gini harusnya kita tadi naik angkot B yak?”
“Udah
lah mba, terlanjur.”
Aku
berpikir, kok angkotnya gak nyampe-nyampe ya... sampai akhirnya tibalah angkot
ini di salah satu perempatan jalan dimana kalau angkot ini belok kanan ± 100
meter lagi sudah sampai di terminal, tapi angkotnya malah jalan terus. Aku
mikir, “apa mungkin mau ngambil sesuatu ke situ atau gimana...” Kebetulan saat itu kami
benar-benar sedang lelah dan mengantuk jadi agak malas untuk bergeming dan
menanyakannya pada pak supir.
Tapi
angkot ini masih saja jalan dan aku masih positive thinking. Tapi akhirnya aku
dan Ria baru curiga setelah angkot sampai di Keb*n Dalem dan sudah sangat jauh
dari terminal.
Aku
pun buka mulut, “pak ini si mau kemana?”
“La
mba mau kemana?” jawab pak supir tanpa dosa alias sok polos.
“Kan
ke terminal pak...”
“Ini
mau ke Tanjung, mba...”
“Ya
elaahh pak-pak, kita dari Tanjung masa mau ke Tanjung lagi, kurang kerjaan
banget!” keluhku dalam hati. Aku pun menyerahkan uang ke pak supir dengan hati
dongkol. Aku pikir supir pertama dah bilang ke supir ini kalau kami mau ke
terminal.
“Ya
ampun mba... kita si lagi kenapa, hari ini kok gini banget?”
“Gak
tahu Ri, mungkin ini takdir atau kita bakal nemuin sesuatu yang gak kita duga
dari kejadian ini.”
Ria
ketawa.
Kami
jalan dari Keb*n Dalem sampai ke M*ro. Akhirnya kami naik angkot lain yang kami
harap lebih waras dari yang sebelumnya. Dan alhamdulillah sampailah kami di
Terminal Bulupitu Purwokerto.
Setelah
turun dari angkot dan menghela nafas panjang Ria bilang, “mba, laper.” Aku juga
laper, tapi waktu dah menunjukan pukul 2. Kami gak mungkin menghabiskan waktu
di terminal untuk makan sedangkan perjalanan pulang ke rumah masih jauh.
Saat
jalan menuju ke bus jurusan Purwokerto-Wonosobo, kami lirik kanan-kiri banyak
makanan terpampang di etalase warung makan. Bau dan aromanya begitu menggugah
selara. Padahal biasanya gak gini-gini amat. Setelah sampai di deretan bus
tujuan dengan segala kesabarannya, perut kami ternyata sudah tidak bisa
mentolerir rasa laparnya. Aku pun berbalik arah, “Ri, kayanya kita harus beli
makanan!”
“Mba,
ayo ini dah mau berangkat!” Teriak pak kernet.
“Bentar
pak!” teriak Ria.
Dan
untuk pertama kalinya aku membeli 2 cup mie instan yang akan kami makan di bus
nanti. Kebetulan bus yang kami tumpangi tidak terlalu banyak penumpang sehingga
kami bisa lebih leluasa untuk memakannya. “nyuam nyuam...” :D Agak susah
memang, makan mie instan berkuah panas di dalam bus Ceb*ng yang kalo jalan udah
kaya bus hilang kendali_Waswuuuusss.
Pesan
moral dari pengalaman kami ini antara lain :
-
Kalau
biasa naik angkot kode B untuk jurusan terminal, lebih baik jangan ganti-ganti.
Tetaplah pake B, kecuali kalau memang tidak ada. Atau mungkin supir angkotnya
lagi kondangan semua jadi gak bisa narik angkot. Hahahaa
-
Jangan
mudah percaya supir angkot yang berkode lain, karena takutnya PHP.
-
Kalau
dioper ke angkutan lain, lebih baik perjelas lagi kemana tujuan kita supaya gak
miskom.
-
Pastikan
sebelum berpergian kemana pun perut dalam keadaan sudah terisi makanan. Kalau
pun belum, sebaiknya membawa makanan kecil, besar, ringan maupun berat di dalam
tas kita. Agar bila cacing di dalam usus sudah mencanangkan aksi untuk berdemo,
kita sudah siaga “leb”.
-
Dan
berpergianlah dengan lancar serta selamat sampai tujuan J


No comments:
Post a Comment