Masih calon bidan_Pancarkan Senyum SEMANGATmu!!

Masih calon bidan_Pancarkan Senyum SEMANGATmu!!

Thursday, September 25, 2014

Minilista dan Giant Rider



“M
aafkan aku, Mini. Kali ini kamu gagal lagi.” Kata ratu bidadari pada Minilista si calon bidadari. Ini merupakan ujian terakhir bagi Minilista untuk dapat lolos menjadi seorang bidadari kayangan langit ke tujuh.
“Tapi Ratu, saya sudah berusaha dengan maksimal. Mana mungkin saya gagal lagi?” Keluh Mini.
“Dari semua nilai ujian yang kamu peroleh memang mendapat nilai yang bagus, tapi ada satu kekuranganmu.”
“Apakah itu, Ratu?”
Ratu Bidadari tidak menjawab pertanyaan Mini kali ini. Ia berjalan menjauhi mini dan hanya meninggalkan sebingkai senyum penuh makna yang belum sempat mini ketahui makna apakah dibalik senyuman Ratu Bidadari itu. Hingga tiba saatnya ketika Mini harus dikirim ke Bumi untuk mendapat hukuman sekaligus pelajaran untuknya agar ia dapat menemukan jawaban atas pertanyaannya pada sang ratu.
“Tuhan... tempat apakah ini?”
Bumi yang ia pijak benar-benar asing. Selama ini belum pernah ia berkunjung ke belahan bumi ini. Ternyata ini merupakan tempat rahasia bagi bidadari yang dikhususkan untuk menghukum atau mengasingkan calon bidadari yang tidak lulus ujian bidadari agar dia bisa menjadi lebih baik dan mau berusaha lebih keras.
“Yuhuuuuu....?!” Teriak Mini.
“Yuhuuuu jugaaa...” nampaknya ada yang menjawab sahutan Mini.
Ternyata Mini di hutan tak sendiri, ia bertemu dengan seorang lelaki bertubuh sangat besar, saking besarnya ia dapat membawa Mini hanya dengan satu tangan.
“Apakah kamu penghuni tempat ini?” Tanya Mini.
“Tidak”
“Lalu?”
“Aku ingin mengasingkan diri.”
“Kenapa?”
Rider sangat penat dengan kehidupan di kampung halamannya dulu. Ia merasa tidak bisa menjadi dirinya sendiri saat ia hidup di dalam lingkungan yang penuh dengan tuntutan. Ketika seorang laki-laki telah tumbuh dewasa, ia harus bisa memenuhi segala kemauan orang tua terlebih kemauan ayahnya. Ayah Rider adalah orang yang sangat berpengaruh, sehingga ia pun selalu menuntut anaknya untuk bisa menjadi teladan bagi pemuda yang lain. Namun tidak untuk Giant Rider.
Sejak kecil, Rider adalah seorang anak yang sangat penurut. Karena begitu penurut, ia rela masuk sekolah di sekolah yang sebenarnya tak ia inginkan, melakukan hal-hal yang tidak ia sukai yang kemudian berbuahlah penyesalan. Dan kejadian terakhri yang menimpanya adalah ia dipaksa ayahnya untuk mengganti posisi ayahnya yang sebenarnya tak begitu ia inginkan. Sejak saat itulah Rider ingin menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan orang lain, sampai suatu hari ia memutuskan untuk pergi ke hutan asing untuk menemukan jati diri dan keberanian hidup.
“Ternyata kisahmu sama denganku.” Celetuk Mini pada Rider yang sedang termenung sambil menatap api unggun. Ia pun menceritakan kisah hidupnya dan alasan ia terbuang di hutan yang asing ini.
Sejak pertemuannya dengan Rider, kehidupan Mini menjadi lebih berwarna. Rider tak sungkan untuk selalu membimbing Mini, mengajar dan melatihnya untuk dapat hidup dan bertahan di hutan asing tersebut. Mereka juga saling berbagi pengalaman di tempat kehidupan mereka terdahulu. Sampai pada suatu ketika,  Mini begitu penasaran dengan burung merpati yang setiap hari selalu terbang menemui Rider. Ingin rasanya Mini membunuh rasa penasaran yang tak tertahankan itu.
“Hei, merpati! Sedang apa kamu kemari? Mengapa setiap hari aku selalu melihatmu hilir-mudik ke tempat ini?” Tanya Mini dengan penuh penasaran.
“Hei juga gadis kerdil!”
“Aku bukan kerdil!” Seru Mini.
Merpati tertawa dan berkata, “aku adalah merpati pengirim surat. Setiap hari aku mengantarkan surat Giant Rider untuk Tuan Putri di Istana Lintang Timur.”
“Putri?” Dengan mata sedikit melotot, Mini mengajukan pertanyaan kedua yang mengandung jauh lebih banyak rasa penasaran daripada pertanyaannya yang pertama.
“Iya, Tuan Putri. Dia adalah kekasih Giant Rider. Tapi tuan putri sedang sakit saat ini.” Dengan sangat menyesal, merpati tak dapat melanjutkan ceritanya, karena ia harus pergi untuk mengantar surat yang lain.
Jawaban merpati tak cukup memuaskan rasa penasarannya malah justru rasa penasaran dalam hatinya bertambah semakin banyak. Berjejal pertanyaan membendung jadi satu dalam pikiran bercampur cemburu yang terselip seperti duri yang membuat hati semakin perih.
Begitu mendengar Rider sudah punya kekasih, hatinya hancur berkeping-keping, tubuhnya lemah lunglai, bunga-bunga yang semula indah dan menabjukan sekarang terlihat layu dan mulai membusuk. Tak ia dengar lagi burung-burung bernyanyi, tak ia lihat lagi kupu-kupu menari. Air danau yang semula jernih, kini telah menjadi keruh, berbau dan sangat kotor.
“Mengapa keadaan selalu tak berpihak padaku?”
Sore itu hujan turun sangat deras, namun ia tak beranjak dari tempat itu. Serasa terpaku dan tak dapat bergerak. Ia hanya memandang pada satu arah disertai air mata yang berderai tanpa henti. Perasaan ingin memiliki begitu terpatri dalam benaknya, namun ia harus sadar bahwa rasa cintanya tak boleh menyakiti orang lain. Hatinya harus setegar karang bahkan harus lebih tegar dibanding saat ia mendapat hukuman karena tak lulus ujian bidadari.
Tak disangka, kebersamaannya dengan Rider telah menumbuhkan perasaan cinta yang dalam. Mungkin Rider tak pernah tahu perasaan ini padanya. Ia juga tak pernah tahu bahwa perhatian dan kebaikan hatinya selama ini telah membuat gadis polos itu jatuh hati. Ketika benih-benih asmara tumbuh, dunia terasa begitu indah teramat indah hingga sulit untuk dilukiskan, hal ini berbanding lurus dengan rasa sakit yang timbul bila patah hati karena cinta.
“Mini... Mini...!” Suara lantang Rider terdengar semakin jelas dan semakin mendekat. “Apa yang kamu lakukan di sini, Mini?”
Mini bergegas menghapus air mata yang sulit mereda. Berbalik ia ke arah Rider. Ia berjalan setapak demi setapak mendekati Rider. Air mata jatuh tak tertahan dan dipeluklah tubuh Rider yang besar. Rider yang tak tahu menahu membalas pelukan mini dengan dekapan hangat penuh kasih. Walau ia memiliki wajah yang garang dan dingin, namun dekapannya begitu hangat dan penuh kasih.
“Ada apa Mini, kenapa kamu menangis?”
Hanya sesegukan yang terdengar dari mulut Mini. Masih tak kuasa untuk berkata. Ia hanya ingin memeluk dan tak ingin jauh dari laki-laki bertubuh besar itu. Rider berusaha mengerti dan mendekap Mini semakin kuat. Semakin lama dekapan itu semakin menyesakan Mini.
“Aku mencarimu dari tadi, kamu ke mana saja?”
“Melihat danau saat metahari terbit membuat perasaanku lega. Hati dan pikiranku yang tadinya sempit, sekarang terasa begitu lapang. Tempat ini akan selalu menjadi tempat favoritku, Rider.”
“Aku juga sangat suka tempat ini. Begitu damai dan begitu tenang. Permukaan air yang luas dan tenang dengan pantulan cahaya matahari yang genit saling berkedipan membuat perasaanku menjadi hangat dan tak pernah kesepian.”
“Apakah kamu sebahagia itu ketika bersamaku?”
Rider sedikit tak mengerti apa yang dikatakan Mini padanya. Mencoba mencerna dan mencari jawaban dari pertanyaan yang Mini ajukan, ia memalingkan pandangan menatap tajam mentari pagi yang saat itu tak tertutup awal secuil pun. Cahaya yang semakin menghangat dan memanaskan tiap inci kulit wajahnya.
Tak kuasa Mini menunggu jawaban, ia pun segera pergi, namun tiba-tiba Rider memegang tangannya erat, menyuruhnya untuk tidak pergi. Semakin erat, semakin kuat membuat jantung Mini berdegup semakin kencang. Aliran darah berjalan sangat cepat, menggetarkan tiap sisi bagian tubuhnya.
“Jangan pergi, Mini. Ku mohon tetaplah di sisiku!”
Rider berbalik dan menatap Mini dengan penuh arti.
“Mini...”
“Iya?”
“Mini... sejak aku bertemu denganmu, hari-hariku menjadi penuh warna. Tak sedetik pun aku merasa kesepian, karena kamu selalu membawa canda dan tawa disetiap hariku. Tak lelah kamu selalu menemaniku. Hariku begitu lengkap denganmu. Ku mohon jangan kamu jauh dariku.”
“Ta... tapi kamu telah...” Ditengah kalimatnya yang terbata, ia dikagetkan dengan sikap Rider yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajahnya. Semakin dekat dan dekat, hingga hembusan nafas Rider terasa begitu hangat membelai kulitnya yang tipis. Hingga akhirnya Rider membisikan sebuah kalimat yang membuncahkan keheningan pagi itu. Kalimat yang tak pernah ia lupakan seumur hidupnya.
“Mini... sedang apa kamu di sini? Ayo, bangun... bangun!!”
Mini pun dengan sangat berat membuka kedua matanya. Ternyata sejak tadi pagi ia tertidur di tepi danau.
“Dasar orang aneh!! Aku khawatir setengah mati mencarimu. Ku kira kamu diterkam binatang buas, eh... malah enak-enakan tidur di sini.”
Mini tersenyum kecewa, ternyata ia hanya bermimpi. Dan didekapnya tubuh Rider yang besar itu.
“Kamu pasti dari tadi pagi belum makan kan? Ayo, makan dulu!”
Mini beringsut berjalan mendahului Rider. Rider hanya menatap dan tersenyum melihat tingkah gadis mungil yang menggemaskan itu.
 “Hahaha....!!” Tawa Rider.
...o0o...


Kebersamaan yang terasa tanpa jarak, kehangatan yang selalu tercipta memusnahkan segala bentuk ketakutan, kesenpian dan kesedihan di hutan asing itu. Mereka hidup dari kekayaan yang alam sediakan untuk mereka, tak pernah ada keluh kesah, yang ada hanyalah canda tawa dan keceriaan menikmati hidup tanpa kekangan dengan terus belajar menjadi diri yang lebih baik dan lebih kuat.
“Hei, gadis jelek! Apa yang sedang kamu pikirkan? Kenapa sejak kemarin kamu aneh?” Tanya Rider pada Mini yang sedang termenung di depan api unggun.
“Mmmm... tidak ada, memang kenapa? Apa aku terlihat begitu aneh, sampai kamu menanyakan hal itu?” Tanya Mini penasaran.
“Tidak. Kamu memang sudah aneh dari sananya. Hahahaha!!” Canda Rider.
Melihat Rider tertawa membuat Mini merasa sangat dekat, namun ia ingat bahwa Rider sudah tak sendiri lagi. Dalam hati ia berkata, bahwa dirinya ingin menjadi orang yang paling istimewa dihati Rider, dan ia juga ingin bisa menjadi seseorang yang penting untuk Rider.
“Andai ia tahu kalau sebernarnya aku tidak ingin kehilangan dia. Aku bersyukur Ratu Bidadari mengirimku ke tempat ini hingga akhirnya aku bisa bertemu Rider. Aku tidak menyesal mengapa aku tidak jadi bidadari, karena takdir mempertemukanku dengan seorang lelaki yang istimewa.” Gumam Mini dalam hati.
Malam sudah sangat larut, namun mantan calon bidadari itu tak kunjung memejamkan kedua bola matanya. Pikirannya masih melayang, teringat kata-kata seekor burung merpati pengantar surat beberapa waktu lalu. Ada rasa tak percaya dan gemuruh rasa cemburu bila memang benar Rider telah memiliki seorang kekasih, yaitu seorang putri yang sangat cantik rupawan.
Tak henti-henti ia melirik tenda tempat Rider tidur. Ia memikirkan apakah Rider sudah tidur atau belum. Beberapa saat kemudian.
“Mini... Mini...? Apakah kamu di dalam?” Bisik seorang perempuan di balik tenda.
Sontak Mini kaget mendengar panggilan itu, hingga akhirnya ia berusaha mengenal suara siapakah itu.
“Ratu!!”
Malam itu, Ratu Bidadari menemui Mini untuk memberi tahu beberapa hal tentang hukumannya saat ini. Ia masih diberi kesempatan untuk bisa menjadi bidadari, sampai ia benar-benar tahu apa yang perlu ia lakukan.
“Apa yang harus aku lakukan Ratu, agar aku bisa lulus menjadi bidadari?”
“Cinta. Ketika kamu dapat melakukan kebaikan atas dasar cinta, maka saat itu kau akan diangkat menjadi bidadari.” Jawab Ratu dengan goresan senyum diwajahnya.
Namun Mini masih tak mengerti dan Ratu pun hilang. Satu kata yang menjadi penghambat Mini untuk menjadi bidadari adalah “Cinta”. Begitu sulit baginya untuk dapat menemukan cinta. Definisi cinta saja ia tak tahu. Kasihan.
Mini beranjak dari tenda dan keluar untuk sekadar mencari tahu apa yang perlu ia lakukan. Ia hanya bolak-balik di depan tenda, ia pun berjalan di depan tenda Rider untuk memastikan lelaki pujaannya telah tidur. Dengan hati-hati ia membuka sampiran tenda dan mendongakan wajahnya hingga ia bisa melihat lelaki bertubuh besar itu.
“Ternyata dia sangat lucu kalau sedang tidur.” Kata Mini sambil menutup sampiran tenda kembali.
“Gadis bodoh!” Terdengar suara cempreng di belakang Mini dan ternyata ia adalah merpati yang Mini temui beberapa waktu lalu.
“Sedang apa kamu di sini?”
“Mengantar surat untuk Rider.”
“Dari tuan putri?”
“Bukan, tapi dari ayah tuan putri.”
Merpati bercerita pada Mini, bahwa keadaan tuan putri saat ini sudah sangat parah. Ia takut untuk memberi kabar ini pada Rider karena ia tahu Rider akan sangat sedih. Mengetahui tuan putri sakit saja, Rider terlihat begitu kurus ditambah lagi dia sedang ada masalah dengan tuan raja sehingga dia enggan untuk pulang ke rumah.
“Sebenarnya ada masalah apa Rider dengan ayahnya?”
“Ia tidak ingin menjadi raja. Ia ingin hidup seperti orang biasa karena ia selalu ingin berpikir  bebas.”
“Merpati, biar aku saja yang menyerahkan surat itu pada Rider, bagaimana boleh kan?” Pinta Mini. Merpati pun menyerahkan surat itu pada Mini.
Pagi yang sangat cerah. Burung berkicau sangat merdu. Mentari menyambut hangat datangnya hari ini. Rider dan gadis kecil itu duduk berdampingan sambil menyiapkan sarapan pagi di depan tenda. Sore kemarin Rider menangkap seekor kelinci untuk dipanggang pagi ini.
“Kelihatannya lezat!” Seru Mini sambil melempar senyum pada Rider. Reaksi Rider biasa saja, ia hanya tersenyum dingin.
“Ini untukmu!” Kata Rider sambil memberikan setusuk kelinci panggang yang lezat.
“Untukku semua? Bagianmu mana?”
“Aku belum lapar, kau makan saja!”
“Huuufh... kau ini. Cepat buka mulutmu. Aaa!!” Mini berusaha membujuk Rider untuk menyantap kelinci panggang itu. Akhirnya bujukan Mini mujarap juga, karena dengan malas Rider pun membuka mulutnya dan setelah beberapa potong daging masuk ke mulut Rider, membuat pipinya yang tembam terlihat semakin tembam. Hal ini membuat Mini tertawa terbahak-bahak. Rider pun ikut tertawa.
Siang ini adalah saat yang tepat untuk Mini menyerahkan surat yang dikirim untuk Rider. kekuatan hati yang ia kumpulkan menjadi modal agar ia mampu menyampaikan beberapa pesan untuk Rider. Ia berjalan mendekati lelaki berpipi tembam itu yang sedang asyik duduk di tepi danau.
“Ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu, Rider.”
“Katakan saja!”
“Aku sangat senang bisa bertemu denganmu di tempat ini. Kau tahu, aku merasa hukuman yang ratu bidadari berikan untukku adalah hukuman yang indah. Dapat bertemu dengan pemuda yang asyik sepertimu membuatku merasa bahagia.”
“Aku juga senang bisa bertemu denganmu. Kau teman yang selalu memberiku semangat dan kau aneh. Itu yang ku suka darimu, Mini. Kau apa adanya.”
“Tapi raut wajahmu tak sesenang ucapanmu. Apakah kamu menyembunyikan sesuatu dariku?” Pancing Mini hati-hati membuat percakapan mereka terasa sedikit kaku.
“Hhaaahh... ada banyak hal di dunia ini yang tak perlu orang lain tahu mengapa kita seperti ini dan seperti itu.” Jelas Rider sambil menghela nafas panjang. Kemudian ia pun berjalan menjauhi Mini.
Surat yang Mini pegang tak kuasa ia berikan pada Rider. Ia menggenggap erat surat itu dan hanya terdiam melihat Reder berjalan menjauhi dirinya. Rasa sakit dan cemburu bergumpal jadi satu mencampur aduk rasa sayangnya pada Rider, namun ia tak ingin mengganggu kehidupan cinta lelaki yang ia sayangi dengan kekasih sejatinya, karena ia selalu ingin melihat Rider bahagia.
“Rider, aku sayang padamu. Berpalinglah padaku jika kau butuhkan aku, karena aku akan selalu berusaha ada di sisimu...” Ucapnya dalam hati.
Malam ini, Mini memberanikan diri memberikan surat itu pada Rider. Rider menerimanya dengan perasaan bersalah karena tak menceritakan hal ini sebelumnya pada gadis yang selama ini tinggal bersamanya. Mini tak peduli pada hal itu. Ia meminta Rider untuk segera pulang menjenguk tuan putri yang sedang terbaring sakit. Dengan berjuta kemelut dalam hatinya, Rider pun memutuskan untuk pergi.
“Maafkan aku, Mini...”
Mini hanya tersenyum dan memeluk Rider erat. Ia tak mau menjadi beban untuk lelaki yang ia cintai.
Hampir lima hari Rider tak kunjung kembali ke hutan. Hati Mini menjadi sangat resah. Apakah yang terjadi? Apakah tuan putri telah sembuh dan hidup bahagia bersama Rider? pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang menghias pikirannya selama beberapa hari ini.
“Apa kau menyesal, Mini?” Tanya merpati yang sedari tadi memperhatikan Mini yang sedang gelisah.
Mini mencari-cari dari arah manakah suara itu berasal, ternyata dari merpati yang ia kenal.
“Apa yang kamu bicarakan?”
“Tidak usah berbohong, bola matamu menjelaskan semuanya, bahwa kau menyesal telah melepas Rider ke tangan tuan putri.” Bantah burung merpati.
Tiba-tiba Mini menangis. Ia tak mengerti mengapa perasaannya begitu kacau setelah melepas kepergian Rider. Apa yang salah pada dirinya sampai ia merasa begitu bersalah jika mencintai Rider. Mini sudah tak tahan berlama-lama tinggal di hutan ini. kenangan-kengangannya bersama Rider menjadi bumerang bagi hatinya yang tak bisa mendapatkan cinta Rider. Keinginannya untuk segera menjadi bidadari begitu memuncak agar ia tak ingat lagi siapa Rider dan cintanya pada Rider. Butiran bening mangalir deras di kedua sudut matanya. Hal seripa juga dialami oleh merpati jantan itu yang merasa sedih melihat pengorbanan cinta tak terbalas yang Mini lakukan untuk Rider.
“Wahai sang bulan, beginilah cinta oh cinta!” Seru burung merpati.
Beberapa detik kemudian terdengar suara gesekan daun dari balik semak, nampaknya ada seseorang yang datang. Lama Mini dan merpati mengamati, mencoba berusaha mengenal siapakah seseorang di balik semak belukar itu. Kedua alis mata Mini menyata berusaha mengamati dengan seksama siapakah ia. Mungkinkah orang jahat yang mencoba mencelakakan Mini atau binatang buas? Mungkin itu yang terbesit di benak Mini saat itu.
“Mini, kamu belum tidur?”
“Rider!”
“Maafkan aku, beberapa hari ini aku tak bisa pulang. Jujur aku sangat mengkhawatirkanmu.”
“Tenang saja, aku tidak apa-apa. Ada merpati yang selalu menemaniku. Bagaimana keadaan tuan putri saat ini. Apakah sudah lebih baik?”
Rider menceritakan, bahwa keadaan tuan putri saat ini bertambah buruk. Bahkan tabib memintanya untuk mencari bunga mahkota ungu sebagai obat agar tuan putri lekas sembuh. Tapi setelah beberapa hari berkelana, ia tak menemukan bunga yang tabib maksud.
“Rider, aku sangat menyayangimu. Aku tak ingin melihatmu gusar seperti ini. Wahai ratu bidadari jadikanlah aku bunga mahkota ungu agar aku bisa menjadi obat bagi kesembuhkan tuan putri. Aku ingin melihat Rider hidup bahagia dengan seseorang yang ia cintai.” Doa Mini dalam hati sambil menatap bulan di langit malam yang terang.
Mini berjalan mendekati Rider. Ia menggenggam tangan Rider erat seolah tak ingin berpisah dari lelaki yang selama ini mengisi hatinya. Mereka saling berpengangan tangan dan saling menatap dengan tatapan yang sangat dalam. Kemudian perlahan-lahan tubuh Mini bercahaya. Cahaya yang sangat berkilau. Seperti kumpulan bintang-bintang melapisi seluruh bagian tubuhnya.
“Mini, apa yang terjadi padamu?” Teriak Rider.
“Rider, terima kasih kau telah menemaniku. Tak lelah kau membantuku agar aku bisa terus bertahan di hutan asing ini. Kau adalah teman yang sangat sabar dan sangat menyayangiku. Tak sehari pun kau membiarkanku sendiri. Pada awalnya aku sangat cemburu mengetahui kau telah punya kekasih, namun ku tahu kau perlu bahagia. Dan aku tak ingin kau terus denganku namun kau tak bahagia. Aku ingin menjadi bagian dari kebahagiaanmu. Rider, aku cinta padamu...”
“Mi mi mini...!!” Rider tak sanggup berkata apapun melihat perubahan pada tubuh Mini yang sangat menabjukan.
Cahaya yang menyelimuti tubuh Mini mulai redup, tubuh Mini menghilang dan berubahlah menjadi sekuntum bunga mahkota ungu. Rider pun kaget dengan kejadian tersebut.
“Mini...! Kau dimana? Aku tidak ingin kehilanganmu! Ku mohon kembalilah Mini..!”
Rider mengakui, bahwa dirinya juga sangat menyayangi Mini, namun ia tak bisa berdusta bahwa ia telah memiliki cinta yang lain. Ia ingin selalu memelihara cinta yang telah ia pupuk sejak lama bersama tuan putri.
“Tenang Rider, Mini tidak pergi. Ia telah kembali ke langit dan telah lulus menjadi bidadari. Bunga mahkota ungu itu sebagai hadiah untukmu.” Jelas merpati pada Rider yang sedang termangu melihat bunga mahkota ungu itu.
Lelaki bertubuh besar nan gagah itu tak kuasa menahan tangis. Ia sangat terharu dan berterima kasih atas apa yang telah ia terima pada Mini si gadis calon bidadari yang sekarang telah menjadi bidadari di langit ke tujuh. Mungkin Mini sudah tak ingat lagi padanya, namun ia yakin Mini pun akan menemuakan kebahagiaannya di sana.
“Terima kasih Mini... aku juga sangat menyayangimu.” Ucap Rider sembari mengambil bunga mahkota ungu itu yang kemudian ia bawa ke istana untuk tuan putri.
Selang beberapa hari kemudian, tuan putri siuman. Setelah itu Rider dan tuan putri pun menikah. Dengan segala upaya akhirnya tuan putri berhasil menyadarkan Rider untuk tetap tinggal di istana sebagai penerus kerajaan. Karena ia tahu tidak ada yang lain sebagai pengganti raja selain dirinya. Dengan rasa tanggung jawab Rider pun menerima perintah ayahandanya yang ia bantah selama ini.
“Mini, kau adalah bidadari terbaik yang pernah ku lantik.” Kata ratu bidadari pada Mini sambil memberikan senyum bangga.
Mini hanya tersenyum dan hatinya merasa bahagia, namun ia tak tahu mengapa hatinya selalu bahagia dan bibir manisnya berhias senyum setiap saat. Hal inilah yang membuat langit begitu cerah sepanjang masa menghiasi kehidupan dunia yang penuh cinta dan kasih sayang.
Kadang untuk dapat menyatakan cinta pada orang yang kita cintai diperlukan pengorbanan agar cinta kita tersampaikan. Meski perih, sakit dan terluka itu adalah hal biasa dalam bercinta. Karena cinta yang tulus datangnya dari hati, tak pernah ingin melihat orang yang kita cintai tersakiti. Peraasan yang tak terpisahkan antara cinta dan cemburu. Walau pun begitu ketika ketulusan cinta itu diberikan, maka adakan datang kebahagiaan yang tak terhingga jauh lebih indah dari yang kita bayangkan sebelumnya. Cintailah ia dengan cinta yang tulus dan penuh kasih.
(Win^-^)
...o0o...

1 comment: